Minggu, 28 Februari 2010

Keragaman Persepsi terhadap Arsitektur

Posted by FERIYANTO

Arsitektur merupakan kata yang familiar bagi masyarakat. Namun apakah masyarakat paham apa yang disebut arsitektur? Dan sejauh mana pemahaman mereka mengenai arsitektur? Pertanyaan-pertanyaan tesebut memang bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Tulisan ini pun tidak akan benar-benar menjawab semua hal tersebut. Tulisan ini akan lebih banyak membahas mengenai perbedaan pandangan yang ada di masyarakat mengenai pemahaman mereka tentang arsitektur.

Sebelum sampai ke pembahasan mengenai arsitektur itu sendiri, saya akan sedikit membahas mengenai asal mula arsitektur. Dari sumber yang saya baca, asal mula arsitektur dapat dipahami dengan baik bila orang memilih pandangan yang lebih luas dan meninjau faktor-faktor sosial budaya, dalam arti seluas-luasnya, lebih penting dari iklim, teknologi, bahan-bahan dan ekonomi (Catanese & Snyder, 1991). Rapoport (dalam Catanese & Snyder, 1991) juga mengungkapkan bahwa arsitektur bermula sebagai tempat bernaung. Oleh karena itu banyak anggapan di masyarakat bahwa arsitektur adalah sesuatu yang berhubungan dengan bangunan sebagai tempat tinggal.

Dalam buku itu pun Rapoport mengungkapkan bahwa arsitektur telah ada sebelum arsitek pertama, yang biasa dianggap sebagai perancang piramida berbentuk tangga di Mesir. Dari penjelasannya dapat diambil kesimpulan bahwa pada awalnya arsitektur memang lebih terkait kepada bangunan, terutama bangunan untuk tempat tinggal yang masih banyak dipengaruhi oleh adat, sehingga pembuatannya banyak memasukkan unsur adat. Kemudian dengan semakin majunya zaman, maka hasil karya arsitektur semakin bermacam-macam bentuknya. Dan cakupannya pun semakin lebih luas, tidak hanya pada bangunan saja. Pendefinisian mengenai arsitektur pun akhirnya semakin kompleks.

Dalam mendefinisikan arsitektur, memang bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Sudah banyak buku yang membahas mengenai topik tersebut dan sudah banyak pula perdebatan yang dilakukan untuk membahasnya, tetapi tidak ada satu pun yang dapat menjawab dengan pasti what is architecture? Hal tersebut disebabkan karena begitu kompleksnya arsitektur.

Berikut ini beberapa definisi mengenai architecture dari beberapa acuan:

Berdasarkan kamus, kata arsitektur (architecture), berarti seni dan ilmu membangun bangunan. Menurut asal kata yang membentuknya, yaitu Archi = kepala, dan techton = tukang, maka architecture adalah karya kepala tukang. Arsitektur dapat pula diartikan sebagai suatu pengungkapan hasrat ke dalam suatu media yang mengandung keindahan.

Menurut O’Gorman (1997) dalam ABC of Architecture, arsitektur lebih dari sekedar suatu pelindung. Arsitektur bisa jadi merupakan suatu wujud seni, namun memiliki perbedaan, yaitu arsitektur menggunakan seni sebagai sesuatu yang penting untuk digunakan sebagai interior.

Menurut Le Corbusier: ”architecture is the masterly, correct and magnificient play of masses seen in light. Architecture with a capital A was an emotional and aesthetic experience”.
Beberapa definisi arsitektur di atas menunjukkan bahwa ada banyak pendapat yang berbeda mengenai pengertian arsitektur. Pendefinisian itu bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berkecimpung di bidang arsitektur saja. Masyarakat awam yang mengalami hasil dari arsitektur itu pun memiliki pemahaman sendiri mengenai arsitektur.

Pada masyarakat awam, mereka lebih memahami arsitektur sebagai sesuatu yang berhubungan dengan merancang bangunan. Oleh karena itu seringkali mereka mengaitkan arsitektur dengan bangunan dan tempat tinggal. Sebenarnya pemahaman mereka tidak salah, hanya saja masih belum tepat, karena arsitektur mencakup banyak hal tidak hanya merancang bangunan. Dan arsitektur pun dapat dimanifestasikan dalam berbagai hal, seperti arsitektur sebagai sebuah simbol, arsitektur sebagai sebuah ruang, dan sebagainya. Akan sulit memang bagi mereka untuk dapat memahami arsitektur dengan benar-benar tepat, karena seperti yang saya ungkapkan pada paragraf sebelumnya, arsitektur merupakan sesuatu yang kompleks. Bahkan bagi orang-orang yang berkecimpung di bidang arsitektur pun belum tentu dapat mendefinisikan arsitektur dengan tepat, meskipun mungkin mereka sudah lama berkecimpung di bidang tersebut.

Bagi orang yang berkecimpung di bidang arsitektur umumnya pemahaman mereka mengenai arsitektur berbeda dengan masyarakat awam. Mereka pun umumnya lebih dapat memandang arsitektur secara luas dan lebih terbuka. Banyak dari mereka yang berpendapat bahwa arsitektur merupakan bagian dari kehidupan, yang mencakup segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan dekat dengan manusia. Konsep tersebut lebih dikenal sebagai konsep Architectural Everyday. Dan karena arsitektur berhubungan dengan yang ada di sekitar dan dekat dengan kehidupan manusia, maka arsitektur berhubungan pula dengan ruang dan perasaan. Oleh karena itu arsitektur tidak selalu hanya bangunan, apa pun bisa saja merupakan suatu bentuk arsitektur, contohnya musik. Mungkin bagi masyarakat awam akan heran bila mendengar hal tersebut. Mereka mungkin akan bertanya, ”mengapa musik bisa menjadi bagian dari arsitektur?”

Untuk menjawab hal tersebut, Rasmussen (1964) dalam Experiencing Architecture mengemukakan bahwa arsitektur bukan hanya yang dapat dilihat dan diraba saja, yang didengar dan dirasa pun merupakan bagian dari arsitektur. Melalui pendengaran kita dapat menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan bentuk dan material. Pendengaran pun dapat mempengaruhi perasaan seseorang. Pada musik, di dalamnya ada irama yang dapat membawa suasana hati seseorang. Dan dengan mendengarkan irama tersebut muncul interpretasi yang mungkin akan berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Interpretasi itu secara tidak langsung akan mengarah ke suatu kualitas ruang. Meskipun hasil interpretasi tersebut bersifat maya, namun jika sudah dapat menginterpretasikan sebuah kualitas ruang , berarti sebenarnya secara tidak sadar kita sudah membentuk sebuah ruang di alam bawah sadar kita. Hal itu sama seperti arsitektur pada bangunan yang real, yang di dalamnya ada ruang dan memiliki kualitas ruang. Maka dari itu musik juga merupakan bagian dari arsitektur.

Selain musik, masih banyak hal lain di sekitar kita yang merupakan bagian dari arsitektur, baik yang sifatnya maya maupun nyata. Namun Paul Shepheard (1999), mengungkapkan bahwa architecture is not everything, Ia mengatakan, “So when I say architecture is not everything. I mean that there are other things in life and simultaneously. I mean that there are things that are not architecture, but which fit round it so closely that they help to show it is“.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa di sekitar kita ada yang merupakan arsitektur ada pula yang bukan. Dan keduanya berada bersamaan, sehingga seringkali kita sulit untuk membedakan antara keduanya. Contohnya rambu lalu lintas berupa penunjuk jalan. Apakah itu bentuk arsitektur atau bukan? Tentu akan ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut, karena memang tidak ada ketentuan khusus dan pasti antara keduanya.

Pada masyarakat awam, umumnya mereka menganggap rambu tersebut bukan bentuk arsitektur. Namun tidak menutup kemungkinan orang-orang yang berkecimpung di bidang arsitektur pun ada yang berpendapat demikian. Mereka umumya menganggap bahwa rambu yang merupakan sebuah tanda hanyalah berarti sebagai sebuah tanda biasa. Namun, bagi beberapa orang lain mereka tidak setuju dengan pendapat tersebut. Menurut mereka tanda merupakan bagian dari arsitektur, maka dari itu disebut sebagai bentuk arsitektur. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Derrida pembahasannya mengenai deconstruction, yang lebih menyangkut pembahasan mengenai text. Menurutnya, text (tanda) bukan merupakan instansi independen, setiap tanda menunjuk pada tanda-tanda lain. Dan keberadaan tanda berhubungan dengan ada dan hadirnya sesuatu. Dalam konteks ini, tanda tersebut adalah rambu yang menunjuk kepada keberadaaan yang lain, yang akhirnya akan membentuk suatu jaringan. Dan hal tersebut merupakan bagian dari arsitektur, karena dalam arsitektur pun tidak ada sesuatu yang bisa berdiri sendiri, semuanya saling berhubungan, bahkan dapat membentuk sebuah jaringan.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, arsitektur berhubungan dengan sesuatu yang ada di sekitar manusia dan erat kaitannya dengan kehidupan manusia, baik maya maupun nyata. Dan terkadang, kita sulit untuk dapat membedakannya. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur tidak bisa dilepaskan dengan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Wigglesworth dan Till (1998), “issue of Architectural Design attempts to capture the fragility of that distorted reflection, where image and reality blur”. Lebih lanjut Wigglesworth dan Till juga mengungkapkan : “we explicitly acknowledge the everyday as a productive context for the making, occupation, and criticism of architecture”.

Sesuatu yang merupakan suatu bentuk arsitektur pun bisa jadi merupakan sesuatu yang tidak kita sadari, tapi dekat dengan kehidupan kita, contohnya mengenai ugly and beauty. Banyak diantara kita yang menganggap kedua hal tersebut sebagai suatu keadaan yang memang ada dalam kehidupan, tapi bukan sebagai bentuk arsitektur. Ternyata pandangan mereka salah, kedua hal tersebut merupakan bagian dari arsitektur, tepatnya lebih kepada sense. Meskipun kedua hal tersebut sifatnya relatif, namun dalam arsitektur rasa akan sesuatu sangat penting artinya. Terutama bila hal tersebut berhubungan dengan sesuatu yang akan dihasilkan oleh seorang arsitek.

Dari semua pembahasan di atas menunjukkan bahwa arsitektur merupakan sesuatu yang kompleks, mulai dari asal mulanya sampai dengan definisinya. Dan dalam arsitektur subjektifitas memang menjadi sesuatu yang sering terjadi. Bahkan dalam pendefinisian mengenai arsitektur itu sendiri pun pandangan subjektif dari tiap orang menjadi penting, maka dari itu sulit untuk dapat benar-benar mendefinsikan arsitektur. Dan seperti yang sudah dijelaskan juga, arsitektur memang memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan kehidupan manusia. Dan hal tersebut jarang disadari oleh kita, sehingga wajar jika banyak yang beranggapan bahwa arsitektur hanya sekedar merancang bangunan, sementara di luar itu bukan merupakan bentuk arsitektur. Oleh karena itu kita perlu berpandangan terbuka jika ingin memahami arsitektur dengan baik.
Daftar Pustaka

Catanese, A. J. & Snyder, J. C. (1991). Pengantar Arsitektur. Jakarta: Penerbit Erlangga

O’Gorman, J. F. (1997). ABC of Architecture. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Rasmussen, S. E. (1964). Experiencing Architecture. Cambridge: The MIT Press.

Shepheard, P. (1999). What is Architecture? Cambridge: The MIT Press.

Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.

sumber: http://arsitektur.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar