Minggu, 25 Oktober 2009

PENDEKATAN KETERPADUAN SEBAGAI JAWABAN TERHADAP PERMASALAHAN PENATAAN RUANG PERKOTAAN DI MASA MENDATANG



PENDEKATAN KETERPADUAN SEBAGAI JAWABAN TERHADAP PERMASALAHAN PENATAAN RUANG PERKOTAAN DI MASA MENDATANG


PENDAHULUAN
Masa mendatang yang populer disebut dengan milenium ke tiga, bercirikan globalisasi kehidupan sosial-ekonomi, hak azasi manusia, tuntutan desentralisasi dan peran serta masyarakat dalam pembangunan termasuk pembangunan perkotaan. Globalisasi kehidupan sosial-ekonomi yang didukung oleh teknologi khususnya teknologi informasi, akan mengubah arti batas wilayah negara menjadi lebih bebas dari yang terjadi sekarang, dimana kondisi demikian akan membuat daya saing antar negara semakin bergantung pada tingkat efisiensi dan produktivitas wilayah perkotaannya. Dalam konteks ini, kemampuan pengelolaan aspek-aspek kependudukan, teknologi, modal, barang dan jasa, dan informasi oleh suatu kota akan sangat menentukan daya saingnya.

Kemampuan individu kota untuk bersaing dalam menarik investasi, menuntut kemandirian suatu kota yang sangat bergantung dari kebijaksanaan pengembangan desentralisasi dan otonomi daerah yang mantap dimana kemampuan pengelolaan kota (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) oleh stakeholders' kota (pemerintah, masyarakat dan swasta, serta asosiasi profesi pemerhati), sangat diperlukan. Kebijaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan memberi ruang gerak yang cukup luas bagi peran serta masyarakat dan swasta dalam gagasan, pelaksanaan pembangunan, maupun pengendaliannya. Peranan masyarakat dan swasta yang dominan tersebut membutuhkan pola kemitraan yang tangguh dan saling menguntungkan satu dengan lainnya, serta resiko ditanggung bersama.

Perkembangan kemampuan individu kota di satu sisi akan meningkatkan efisiensi, namun di sisi lain secara makro dapat menimbulkan kocendenungan terbentuknya polarisasi ke beberapa kota metro sehingga kurang mendorong pemerataan perkembangan antar wilayah. Disamping itu hubungan antar kota dan desa juga terpolarisasi ke kota, dimana ekonomi kota dan desa kurang saling menguatkan. Dengan demikian, disamping optimasi kemampuan individu kota, sinerjitas pengembangan sistem perkotaan termasuk diantaranya sistem kota-desa perlu pula ditingkatkan.

Kondisi ekstemal yang sangat berpengaruh pada sast ini adalah krisis ekonomi yang dimulai dari krisis moneter. Daya tahan ekonomi nasional sangat dipengaruhi struktur ekonomi nasional yang kurang kuat dimana resource base industri manufaktur banyak tergantung bahan import, bukan dari bahan lokal seperti hasil pertanian (agroindustri). Oleh karenanya, aktivitas ekonomi perkotaan sangat terpukul karena tidak berbasis struktur yang kuat, termasuk dukungan struktur fungsional kota-kota yang tangguh.

Penataan ruang kawasan perkotaan hendaknya mampu mendorong pemanfaatan ruang yang optimal dan tidak koku, tetapi tegas dalam pembentukan struktur kawasan perkotaan, serta dinamika kegiatan pembangunan perkotaan bersifat global yang berwawasan lingkungan baik dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat secara menyeluruh sehingga dicapai kualitas ruang kehidupan perkotaan yang serasi, selaras, seimbang, layak, berkeadilan serta menunjang pelestarian nilai-nilai sosial budaya.

Pembangunan Kawasan Perkotaan, diarahkan secara berencana dan terpadu baik dilihat dari sistem perkotaan maupun secara individu. Sasaran yang harus dicapai harus didorong oleh kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat dengan pendayagunaan sumber daya alam yang optimal; dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan profesional; iklim usaha yang sehat; serta pengembangan sumber daya boatan dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi yang tepat guna, berhasil guna dan berdaya guna serta terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup dan keserasiannya dengan sistem sosial-budaya.

Pemerintah telah memberlakukan peraturan perundangan tentang Penataan Ruang yaitu Undang-Undang No. 24/1992, demikian pula upaya pemerintah dalam melaksanakan perimbangan peran dan tanggung jawab pembangunan wilayah di perkotaan, yang tertuang dalam Undang-Undang No. 22 tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat. Hal ini semua membutuhkan operasionalisasi di daerah dan antar daerah. Kiranya masih dibutuhkan pembahasan-pembahasan bagaimana mempertajam hal tersebut agar ruang kota dapat ditata sesuai jiwa otonomi, namun dapat sekaligus mewujudkan sinerjitas perkembangan antar kota.

TANTANGAN KE DEPAN DALAM PEMBANGUNAN PERKOTAAN Di masa yang akan datang, kita mengharapkan terwujudnya perkembangan setiap kota di wilayah nasional secara berkelaniutan, dan menjadi tempat permukiman dan usaha, dimana seluruh penghuni merasa memiliki (citizenship city), sehingga dapat menjadi kota yang memberikan keamanan, kenyamanan dan kesejahterean bagi seluruh penghuninya.

Memperhatikan pelaksanaan pembangunan perkotaan yang ada saat ini dan harapan sebagaimana tersebut di atas, maka pembangunan kota membutuhkan pendekatan-pendekatan yang dapat menciptakan suatu lingkungan kerja dan hunian yang terpadu, berkeadilan dan berkelanjutan, mempunyai daya saing serta adanya rasa kepemilikan warga masyarakat yang tinggi.

Untuk itu kota harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah sekitar dan mempunyai jaringan dengan kota-kota yang lain. Pembangunannya dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan dari "masyarakat kota untuk masyarakat kota" dimana seluruh pelaku pembangunan berperan saling menguatkan, meningkatkan kinerja Kota.

Pemanfaatan sumber daya perkotaan diharapkan dapat dilakukan secara efisien dan bertanggung jawab untuk meningkatkan produktivitas perkotaan (urban productivity) dalam kerangka pengembangan ekonomi perkotaan, sehingga tetap dapat memelihara keberlangsungan pembangunan perkotaan secara berkelanjutan (sustainable urban development).

Dari pengalaman perkembangan kota-kota dapat disimpulkan bahwa hal-hal tersebut dapat diwujudkan apabila pembangunan kota bercirikan prinsip-prinsip berikut:

Pembangunan perkotaan dilakukan secara demokratis oleh seluruh stakeholders kota;
Pemanfaatan sumber daya perkotaan secara lebih efisien yang akan menjamin keseimbangan lingkungan perkotaan yang baik dan berkelanjutan (environmentally sustained);
Program pembangunan perkotaan yang bertumpu pada budaya lokal yang spesifik untuk masing-masing individu kota, sehingga memiliki ketahanan dan kota berkembang atas landasan budaya dan mempunyai jab diri yang mantap (culturally vibrant) dan diharapkan tidak terombang-ambing dalam menghadapi globalisasi;
Pembangunan perkotaan dapat mencerminkan keadilan (socially justice), yang terejawantahkan dalam mekanisme dan kapasitas pelayanan perkotaan terhadap masyarakat kota dimana masyarakat mempunyai akses yang sama pada seluruh fasilitas pelayanan perkotaan;
Program pembangunan perkotaan selalu didudukkan dalam kerangka pembangunan nasional sehingga pembangunan perkotaan akan meningkatkan produkbvitas perkotaan dalam kerangka pengembangan ekonomi perkotaan dan sekaligus ekonomi nasional;
Hal ini semua membutuhkan manajemen pembangunan perkotaan yang tertib dan efisien. Pemanfaatan sumber daya perkotaan perlu dilaksanakan secara hati-hati, mengingat secara spasial seluruh kegiatan sosial-ekonomi yang ada membutuhkan ruang, dan oleh karenanya perlu dilakukan suatu pendekatan pembangunan untuk dapat mengatur lokasi kegiatan-kegiatan tersebut dalam ruang, sedemikian rupa sehingga terdapat optimasi interaksi positif (saling mengisi atau sinerjik) dan minimasi dampak negatif. Hal tersebut dilakukan dari mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Kegiatan ini harus dilakukan secara holistik (terpadu) di dalam pendekatan pembangunan perkotaan.
Pelaksanaan pengembangan kegiatan sosial-ekonomi kota dilakukan dengan menjabarkan rencana tata ruang kota kedalam program-program pengembangan SDM, produksi, prasarana dan lingkungan hidup, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi, kemampuan pendanaan pusat, investasi swasta dan masyarakat. Kegiatan dilakukan secara bersama antara seluruh stakeholder sehingga penggunaan investasi dan ruang kota dapat terlaksana secara efisien. Pengendalian ruang kota didasarkan pada rencana tata ruang dan didukung oleh suatu sistem monitoring yang transparan dan sistem insentif dan disinsentif yang accountable.

PEMBANGUNAN PERKOTAAN TERPADU DI MASA MENDATANG

A. MANAJEMEN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

Pengelolaan (manajemen) pembangunan perkotaan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan kota melalui suatu pendekatan yang sistematis meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian secara terpadu kegiatan pembangunan di bidang SDM, produk dan jasa, infrastruktur, fisik, kelembagaan dan pelestarian lingkungan. Upaya ini melibatkan seluruh pelaku pembangunan (pemerintah dengan berbagai tingkatan, serta masyarakat termasuk masyarakat dunia usaha/swasta) serta mobilisasi sumber daya (SDA, SDB maupun SDM) guna mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial serta peningkatan fungsi dan peran kota dalam pengembangan wilayah dan pembangunan nasional.

Secara umum manajemen pembangunan perkotaan bertujuan untuk memberikan rambu-rambu agar program-program pembangunan:

dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable development);
mempunyai nilai ekonomi yang tangguh (economic viability);
merupakan hasil kemitraan dan konsensus;
merupakan keputusan untuk investasi pembangunan;
mencerminkan keadilan dan sebagai alat kontrol pembangunan.
Manajemen pembangunan perkotaan merupakan alat bagi manajer kota agar manajer kota dapat:
mengambil langkah-langkah efisien;
bertindak efektif dan tepat sasaran;
berfikir strategis dalam menetapkan prioritas;
berpandangan integraff dalam mengakomodir kebijakan pembangunan perkotaan dengan para pelaku pembangunan;
bersikap fleksibel dalam pelaksanasn program pembangunan menghadapi perubahan yang terjadi;
berlaku demokratis yang mampu menciptakan iklim yang dapat mendorongpartisipasi masyarakat.
Memperhatkan lingkup, tujuan dan sasaran manajemen pembangunan perkotaan tersebut di atas, maka terdapat tiga variabel utama dalam manajemen pembangunan perkotaan, yaitu:
Pelaku pembangunan(subyek); dengan mengefektifkan keterlibatan pemerintah, masyarakaat dan swasta dalam pembangunan perkotaan, sehingga pelayanan kota dan sekaligus produktivitas perkotaan dapat ditingkatkan yang akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kota dan nasional secara menyeluruh. Efektivitas keterlibatan pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pembangunan perkotaan dilakukan melalui (Kenneth J Davey, 1993):
Re-definisi peran pemerintah, baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antara pemerintah dengan swasta dalam pembangunan perkotaan; Penguatan kapasitas pemerintah kota/daerah dalam pembangunanperkotaan; khususnya dalam kemampuan manajerial, pembiayaan, dan kemampuan pemeliharaan infrastruktur perkotaan; Kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat (PPCP) dalam pembangunan perkotaan;

Mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan swasta/ masyarakat harus bersifat demokratis serta bercirikan dimana pemerintah sebagai enabler sementara masyarakat dan swasta sebagai pelaksana.
Sumber daya perkotaan (Obyek); memanfaatkan sumber daya yang ada di perkotaan yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya buatan dan sumber daya lainnya seefisien mungkin untuk mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya, serta terjaminnya sustainabilitas pembangunan perkotaan.
Efisiensi sumber daya tersebut meliputi efisiensi pemanfaatan lahan perkotaan, enerji, air tanah, tenaga kerja dll, tanpa harus mengeksploitasinya secara tidak bertanggung jawab (berlebihan);
Pemanfaatan sumber daya perkotaan harus bertumpu pada budaya spesifik masing-masing daerah, sehingga memiliki ketahanan dan jati diri (city image) yang kuat dalam menghadapi globalisasi;
Pemanfaatan sumber daya perkotaan harus berkeadilan (socially just), sehingga pelayanan perkotaan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat perkotaan secara proporsional sesuai dengan kebutuhan;
Efisiensi pemanfaatan sumber daya, baik fisik, finansial maupun personil, dilakukan melalui sistem penganggaran yang baik, project appraisal, personel management, dan program execution;
Metoda pengelolaan perkotaan; melalui penerapan manajemen pembangunan secara konsisten sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan yang cermat, integratif dan komprehensif; pelaksanaan pembangunan yang tepat melalui pengorganisasian yang mantap; serta pengawasan melekat yang ketat untuk menjamin kualitas pembangunan perkotaan atas dasar perencanaan yang telah disusun.
B. PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, pada prinsipnya manajemen pembangunan perkotaan ialah bagaimana mengelola pembangunan perkotaan secara efektif dan efisien dalam rangka menciptakan kota yang livable, visible, productive, efficient, sociality, culturally, dan enviromentaly. Pembangunan perkotaan itu sendiri merupakan proses yang berjalan secara siklus (development cycle) dan Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan ada 3 (tiga) tahapan manajemen yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Ketiga tahap ini berjalan secara siklus.

Pembangunan dapat diawali dengan perencanaan dengan melihat masukan yang didapat dari proses pengendalian pemanfaatan. Kebutuhan akan perencanaan akibat adanya suatu "keterkaitan" (interconnectedness) dan kompleksitas. Sepanjang masih dijumpai keterkaitan yang erat antar unsur pembangunan perkotaan dan terdapatnya kompleksitas pembangunan perkotaan, maka diperlukan suatu perencanaan yang matang (Lery, John M, 1991). Mengingat unsur-unsur pembangunan yang meliputi kegiatan sosial, ekonomi, keberadaan sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia harus saling terkait satu sama lain dan membutuhkan ruang sebagai wahana, maka pengaturan lokasi kegiatan budidaya dan non budidaya akan dapat membantu efisiensi pemanfaatan sumber daya untok pembangunan dan kelestarian lingkungan alam.

Oleh karena itu dalam rencana pembangunan perkotaan dilakukan perencanaan pembangunan sosial ekonomi kota secara bersamaan dengan perencanaan pemanfaatan ruang (Rencana Tata Ruang Kota). Penyusunan rencana pembangunan kota memuat keterpaduan rencana pengembangan kegiatan sosial, sumber daya manusia, ekonomi, infrastruktur, dan upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup secara terpadu pada berbagai tingkatan (Rencana umum untuk seluruh kota, Rencana detail untok bagian kota dan Rencana teknik untuk beberapa bangunan). Dalam rencana kota tersebut telah diperkirakan perkembangan kebutuhan besarnya investasi, sumber-sumber pembiayaan dan mekanisme perolehannya.

C. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Sesuai dengan rencana pengembangan sosial ekonomi dan rencana tata ruang disusun strategi pembangunan (pemanfaatan ruang), program implementasi pembangunan. Tahap proses pemograman sampai pada pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

Penetapan strategi pembangunan
Dalam pelaksanean pembangunan kota, apabila pengembangan blok-blok kota dibangun secara sporadis, maka menyebabkan pembangunan infrastruktur kota yang bersifat city wide akan mengalami kesulitan, dan akhimya terjadi biaya ekonomi tinggi serta terjadi contra productive terhadap perkembangan kota. Hal ini dialami banyak kota di Indonesia dimana kawasan-kawasan yang dibangun, tidak diikuti penunjangan jaringan jalan maupun jaringan utilitas ke kawasan tersebut, sehingga terjadi kemacetan dan banjir.

Dengan demikian diperlukan suatu pendekatan pelaksanaan pembangunan yang mensinkronkan kegiatan sosial, ekonomi dan pembangunan infrastruktur sehingga perkembangan kota dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana pengembangan kawasan perkotaan. Hal ini membutuhkan suatu pengembangan Rencana Induk Sistem (RIS). Rencana Induk Sistem ini berisi tahapan pengembangan kawasan-kawasan/blok-blok/bagian-bagian kota (beserta besaran dan jenis kegiatannya) dan rencana sistem jaringan secara keseluruhan (memuat jaringan prasarana, besaran yang dibutuhkan, hirarki sistem, sumber-sumber air, potensi pembuangan sampah, serta keterkaitannya dengan infrastruktur regional).

Penentuan strategi pelaksanaan pembangunan sangat perlu didasarkan pada telaahantelaahan:

kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan di dalam pencapaian rencana tata ruang;
sistem nilai yang hendak digunakan untuk pelaksanaan pembangunan sesuai dengan yang direncanakan;
sasaran yang hendak dicapai.
Ringkasnya, strategi pembangunan perkotaan mencakup bagaimana melaksanakan pembangunan perkotaan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Perumusan program dan rencana tindak
Strategi pembangunan perkotaan dilengkapi dengan program pembangunan perkotaan dan rencana tindaknya, sebagai penjabaran dari strategi yang sudah ditetapkan agar program-program tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang kota. Dalam perumusan program ini perlu diperkirakan target pertumbuhan, investasi yang dibutuhkan, sumber-sumber pembiayasn yang dibutuhkan, baik melalui pemerintah pusat, daerah, loan, swasta dan masyarakat. Untuk itu rencana program pembangunan dan rencana tindak harus pula dilengkapi dengan:

Pembentukan sistem kelembagaannya;
Persiapan legal instrument;
Sumber daya manusia;
Aspek pembiayaan; dan
Kemungkinan pola kemitraan (public-private-partnership project scoping)
Promosi dan diseminasi
Dengan rencana induk sistem prasarana perkotaan dan rencana program pembangunan perkotaan, maka bagian-bagian kota dapat ditawarkan pengembangannya kepada swasta dan masyarakat. Pembangunan infrastruktur dapat digunakan sebagai insentif pertumbuhan kegiatan ekonomi serta alat pengontrol untuk kelestarian lingkungan dan efisiensi transportasi. Rencana blok (misalnya kawasan industri dan permukiman skala besar) disiapkan oleh swasta atau developer. Sedangkan Pemerintah hanya melakukan penilain-penilaian agar kesesuain dan keselarasan blok-blok pengembangan dengan bagian-bagian kota yang lain terjamin.

Strategi promosi dan diseminasi bagi pembangunan perkotaan menjadi sangat penting, terutama bila dikaitkan dengan pencapaian sasaran pembangunan. Beberapa hal yang diperlukan dalam perumusan strategi, antara lain:

Pengenalan target group;
Pengenalan media promosi dan diseminasi; serta
Pengenalan terhadap materi promosi.
Perikatan/kerjasama
Keberhasilan tahap promosi dan diseminasi akan melahirkan kesiapan masyarakat (termasuk masyarakat dunia usaha), maupun pemerintah untuk melakukan investasi pembangunan perkotaan secara langsung atau melalui kerjasama/kemitraan antara pemerintah masyarakat-swasta (public-private-community partnership). Adapun kegiatan yang berkaitan dengan proses kemitraan/kerjasama tersebut, sekurang-kurangnya mencakup:

Kegiatan pengajuan "LOI" (Letter of Intension);
Kegiatan evaluasi terhadap investor;
Kegiatan negosiasi;
Kegiatan persetujuan baik berupa "MOU" atau kontrak kerja.
Pelaksanaan Pembangunan Hal yang disampaikan pada huruf (a) hingga (d) diatas adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan ruang. Untuk pelaksanaannya harus dikaitkan dengan komponen pembiayaan; engineering; sumber daya manusia serta metoda pengembangannya. Dalam pemanfaatan ruang berbagai variasi metoda dapat dilakukan, namun harus didasarkan pula pada musyawarah masyarakat setempat. Metoda pengembangan yang mungkin dilaksanakan misalnya perbaikan tata letak bangunan dalam kawasan kota melalui manajemen lahan perkotaan seperti Land Consolidation atau Land Readjusment atau Guided Land Development agar penyediaan infrastruktur dapat lebih efisien.
Dapat pula dilakukan tokar tempat dimana penghuni pindah ke lokasi lain dengan nilai tanah dan bangunan yang lebih baik. Keseluruhan ini membutuhkan rencana blok yang rinci dan harus disepakati masyarakat secara demokratis. Dengan demikian pembangunan kota dimulai dengan rencana (ditetapkan dengan peran serta stakeholders) dan harus didukung manajemen sumber daya (tanah, air, infrastruktur, manusia dan lain-lain) dan peran serta masyarakat yang nyata

D. PENGENDALIAN PEMBANGUNAN
Pengendalian pembangunan dilaksanakan dalam rangka pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang sehingga lahan perkotaan termanfaatkan secara efisien dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap linkungan hidup perkotaan oleh pelaku pembangunan. Rencana kota yang telah disusun oleh pemerintah dengan melibatkan peran serta masyarakat sudah tentu berisikan kesepakatan-kesepakatan terhadap muatan rencana pemanfaatan ruang kota di masa yang akan datang. Dengan demikian rencana tata ruang kota (baca: Rencana umum, Rencana Rinci dan Rencana Detail) dapat dipergunakan sebagai alat pengendali dan pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan melalui penerbitan ijin-ijin pembangunan.

Dalam konteks makro, pengendalian pelaksanaan pembangunan dilakukan melalui rencana umum tata ruang kota sebagai alat pengendalian pengembangan kawasan-kawasan fungsional yang akan membentuk struktur tata ruang kota di masa yang akan datang. Dengan demikian kota-kota yang direncanakan akan berkembang sinkron dan seimbang dengan wilayah sekitamya serta sejalan dengan arahan strategi nasional pembangunan perkotaan.

Dalam konteks mikro (internal kota), rencana tata ruang dapat dipergunakan sebagai alat pengendali dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan pada kawasan-kawasan perkotaan sesuai dengan tingkatan rencana tata ruang serta sifat pembangunan yang dilaksanakan pada kawasan perkotaan tersebut.

Rencana umum tata ruang pada dasarnya berperan sebagai pedoman untuk pengembangan kawasan-kawasan fungsional perkotaan dan pengelolaan kawasan-kawasan lindung (non budidaya) dalam rangka menjaga keseimbangan dan pelestarian lingkungan. Pengendalian dapat dilakukan melalui penerbitan ijin-ijin lokasi pembangunan yang memanfaatkan ruang kota dalam skala besar. Pengendalian juga dapat dilakukan dalam bentuk pemberian insentif dan disinsentif pada kawasan-kawasan perkotaan yang direncanakan.

Rencana Detail dipergunakan sebagai alat untuk mengendalikan pelaksanaan pembangunan pada kawasan-kawasan perkotaan agar tercipta perwujudan ruang yang mencerminkan keterkaitan dan keserasian fungsi kawasan dengan wilayah kota. Bentuk pengendalian dapat dilakukan melalui penerbitan advice planning dan ijin pembangunan bangunan dan bukan bangunan.

Rencana teknik, dipergunakan sebagai alat untuk mengendalikan pembangunan kawasan-kawasan perkotaan agar tercipta perwujudan keterkaitan dan keserasian antar pemanfaatan ruang kota. Pengendalian dilakukan melalui penerbitan ijin-ijin oleh dinas-dinas terkait secara terkoordinasi, seperti; ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin pemanfaatan bangunan,dan lain-lain. Dalam hal rencana teknik dipergunakan sebagai alat untuk mengendalikan pelaksanaan pembangunan, maka muatan rencana teknik telah mengatur letak dan geometrik bangun-bangunan dan bukan bangunan, sehingga keserasian dan keselarasan antar massa bangunan maupun terhadap utiltas pendukungnya dapat terwujud dengan baik.

Rencana tata ruang sebagai alat pengendali dalam pelaksana pembangunan pada kawasan perkotaan dapat berfungsi dengan baik apabila beberapa hal dapat dipenuhi, yaitu: pertama; apa bila rencana tersebut telah memiliki kekuatan hukum (legal base and law enforcement), dengan demikian rencana tersebut harus disahkan terlebih dahulu sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Kedua, ada keterbukaan dan demokratisasi pada saat proses penyusunan rencana maupun sosialisai produk rencana, bagi selunuh warga masyarakat perkotaan dengan demikian pengendalian dan pengawasan terhadap pembangunan dapat terjadi dua arah yaitu oleh masyarakat dan pemerintah. Ke bga, koordinasi antar instansi terkait dan stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan. Pengendalian pemanfaatan ruang juga akan dapat efektif dilakukan apabila dalam proses pelaksanaan pemberian ijin-ijin tidak dikaitkan dengan upaya peningkatan pendapatan daerah. Dengan pendekatan ini, perijinan betul-betul ditempatkan dalam konstelasi pengaturan pemanfaatan ruang.

KESIMPULAN

Pola pikir secara holistik (terpadu) dalam penataan kota diperlukan, tidak saja dalam pengertian komprehensif terhadap unsur-unsur pembangunan kota namun juga mengandunq pengertian terhadap pendekatan sistem yang tak terpisahkan antara perencanaan, pemanfaatan den pengendalian (development cycle) dalam setiap tahap penatean kota. Artinya pada tahap perencanaan, kita harus berfikir tentang bagaimana mencapai rencana yang kita susun (pemanfaatan), sekaligus bagaimana kita dapat konsisten terhadap rencana yang kita rumuskan (pengendalian). Sebaliknya pada tahap pengendalian, kita harus melihat ijin pelaksanaan pembangunan (pemanfaatan) dan sekaligus mengacu pada rencana yang telah dibuat. Hal yang lebih penting, adalah bagaimana kita memandang mekanisme perijinan sebagai unsur pengendalian dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Penataan kota di masa mendatang adalah penataan kota yang dapat mewujudkan suatu kota yang menjamin keseimbangan lingkungan yang baik, mempunyai jati diri (budaya) yang mantap, berkeadilan, produktif den efisien. Hal tersebut hanya dapat dicapai melalui penataan kota yang demokratis (melibatkan stakeholders) sehingga seluruh masyarakat kota merasa memiliki (citizenship city). Dengan demikian kita memandang perencanaan bukan produknya, namun yang lebih penting adalah proses bagaimana kita menghasilkan produk perencanaan tersebut, apakah melalui proses yang demokratis atau top-down, dengan pendekatan holistik atau parsial, serta melalui langkah-langkah strategis (strategic planning) atau ekstrapolasi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum, (Draft) Pedoman Umum Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Jakarta, 1999.
John M Bryson, Strategic Planning for Public and Non Profit Organizations, Jossey-Bass Publishers, San Francisco-Oxford, 1991.
Kenneth J Dawey, Urban Management Programme: Elements of Urban Management, The World Bank, Wasington DC, 1993.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Jakarta, 1992.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, 1999.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemenntah Pusat dan Daerah, Jakarta, 1999.
The World Bank, Urban Policy and Economic Development: An Agenda for the 1990s, Washington DC, 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar